MAKALAH
SEJARAH
PERKEMBANGAN PENDIDIKAN
DI CHINA
DAN INDIA
OLEH
BAU RANA
SEKOLAH
TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
MUHAMMADIYAH
BULUKUMBAA
2012
KATA
PENGANTAR
Assalamu alaikum warahmatullahi
wabarakatuh
Tiada kata yang patut kita ucapkan
selaain Puja dan Puji syukur atas limpahan
Rahmat dan Hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Perkembangan Pendidikan di China dan India”. Penulis
berharap semoga makalah ini dapat
memberikan sumbangan yang berarti dan berguna bagi pembaca sekalian. Penulis
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan baik
dari segi materi yang disajikan maupun dari struktur bahasa yang digunakan,
itu semua tidak lain disebabkan oleh keterbatasan yang penulis miliki, untuk
itu penulis sangat mengharapkan kritik, saran dan koreksi yang membangun dari
para pembaca. Akhir kata mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca sekalian.
Team
Penyususn
Bulukumba, November 2012
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................ i
KATA PENGANTAR......................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii
BAB I
PENDAHULUAN.................................................................................... 1
A.
Latar belakang......................................................................................... 1
B.
Tujuan...................................................................................................... 2
C.
Rumusan masalah................................................................................... 2
BAB II
PEMBAHASAN .................................................................................... 3
A.
Filsafat Pendidikan China Secara Garis
Besar.................................... 3
B.
Sistem Pendidikan pada Dinasti Han.................................................... 4
C.
Perkembangan Pendidikan di
India...................................................... 7
BAB
III
PENUTUP............................................................................................. 12
A.
Simpulan................................................................................................... 12
B.
Saran......................................................................................................... 13
DAFTAR
PUSTAKA.......................................................................................... 14
BAB
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ada sebuah hadist mengenai pendidikan, yang dalam bahasa
Indonesia berbunyi: “Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina”. Dalam hadist ini
muncul satu negara, yaitu negeri Cina. Dari hadist ini timbul pertanyaan, ada
apa dengan pendidikan cina sehingga dapat dijadikan panutan untuk negeri lain.
Dalam buku Muhammad Said dan Junimar Affan (1987: 119) yang berjudul Mendidik
Dari Zaman ke Zaman dikatakan bahwa: “Di negeri Cina pendidikan mendapat tempat
yang penting sekali dalam penghidupan”. Dengan mendapatkan peranan yang sangat
penting dalam kehidupan masyarakat, membuat sistem pendidikan di Cina
meningkat.
Sikap orang Cina yang mementingkan pendidikan di dalam
kehidupannya telah melahirkan sebuah filofis orang Cina mengenai pendidikan dan
pendidikan ini telah lama menjaga kekuasaan Cina berapa lama, sampai pada
masuknya bangsa asing ke Cina yang akan merubah wajah sistem pendidikan kuno di
Cina. Tetapi, pada kesempatan ini tidak menjelaskan sampai masuknya bangsa
asing ke Cina. Permulaan pendidikan Cina kuno mencampai puncak dimulai pada
Dinasti Han, dimana ajaran Kung fu Tse kembali lagi diangkat dan diterapkan
dalam kehidupan masyarakat Cina, yang sebelumnya ajaran ini dibrangus oleh
penguasa sebelumnya.
Masyarakat Cina yang menganggap pendidikan sejalan
dengan filsafat, bahkan menjadi alat bagi filsafat, yang mengutamakan etika
(Muhammad Said dan Junimar Affan, 1987: 119). Anggapan ini membuat pendidikan
di Cina mengiringi kembalinya popularitas aliran filsafat Kung Fu Tse di dalam
masyarakat Cina.
Pada masa Dinasti Han banyak melahirkan para sarjana-sarjana yang kelak akan memimpin negara dan telah membuat Dinasti Han sebagai salah satu dinasti yang besar dalam sejarah Cina.
Pada masa Dinasti Han banyak melahirkan para sarjana-sarjana yang kelak akan memimpin negara dan telah membuat Dinasti Han sebagai salah satu dinasti yang besar dalam sejarah Cina.
Sementara India
memiliki luas daerah 3.287.263 km persegi. Negara ini tercatat sebagai negara
terluas ketujuh dan terpadat kedua di dunia setelah Cina. Mayoritas penduduknya
beragama Hindu (83%). Adapun yang beragama Islam berjumlah 12%, Kristen, Siktis
dan lainnya.
Ekonomi India mengandalkan sektor pertanian dan
peternakan mencapai 34% dari pendapatan negara. Sektor pertanian sendiri mampu
menyerap 69% tenaga kerja yang ada. Umumnya ekonomi India dipengaruhi oleh
perubahan land reform, revolusi hijau, industrialisasi dan migrasi.
Industri perfilm-an India tergolong besar dan sanggup merekrut banyak tenaga
kerja. Bollywood merupakan contoh kongkritnya, dengan model dan alur cerita
dalam film yang diiringi dengan nyanyian dan tarian tersebut selain
mendatangkan profit juga melestarikan seni dan budaya lokal.
India merupakan salah satu kawasan Asia Selatan yang
memiliki kemegahan kebudayaan yang megah di dunia yang menyaingi Cina dalam
kesusasteraan, seni dan arsitektur. Perasaan nasionalis India mulai berkembang
setelah timbul rasa bangga atas hasil-hasil kebudayaan mereka yang dipelajari
dan kemudian dialih bahasakan oleh sarjana-sarjana asing ke dalam bahasa-bahasa
barat.
B.
Rumusan Masalah
Dengan
melihat latar belakang yanag ada di atas, maka rumusan masalah dalam penulisan
makalah ini adalah “Bagaimana perkembangan pendidikan di China dan India”.
C.
Tujuan Penulisan
Dengan melihat rumusan masalah yang ada di atas, maka tujuan penulisan
dalam makalah ini adalah “Untuk mengetahui bagaimana perkembangan pendidikan di
China dan di India”.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Filsafat Pendidikan Cina Secara Garis Besar
Dinasti Han tahun 206 SM – 220 M merupakan dinasti
kekaisaran besar pertama didalam perjalanan sejarah kekaisaran Cina. Pada masa
ini banyak literature lama yang dikumpulkan dan diperbaiki kembali. Hal
tersebut dikarenakan pada masa pemerintahan sebelumnya ajaran-ajaran kong hu cu
diberantas habis. Pada masa ini Confusianisme menjadi falsafah terkemuka dan
menjadi inti bagi sistem pendidikan (Raymond Dawson, 1999: xv). Pada masa
Dinasti Han ini yang menjadi dasar masyarakat Tionghoa, ialah pengajaran
counfusius (H.J. An Den Berg, Kroeskamp, dan J.P. Simandjoentak, 1951: 186).
Pada negeri Cina pendidikan mendapat tempat yang penting
sekali dalam penghidupan (Muhammad Said dan Junimar Affan, 1987: 119). Hal
tersebut dikarenakan masyarakat Cina menganggap pendidikan sejalan dengan
filsafat, bahkan menjadi alat bagi filsafat, yang mengutamakan etika (Muhammad
Said dan Junimar Affan, 1987: 119). Anggapan ini membuat pendidikan di Cina
mengiringi kembalinya popularitas aliran filsafat Kung Fu Tse di dalam
masyarakat Cina.
Anggapan tersebut muncul dari ajaran-ajaran Confusianisme yang mulai mendapatkan tempat kembali di hati rakyat Cina, yang ditandai dengan munculnya Dinasti Han sebagai penguasa. Ajaran-ajaran tersebut mengajarkan bahwa pendidikan tersebut penting.
Anggapan tersebut muncul dari ajaran-ajaran Confusianisme yang mulai mendapatkan tempat kembali di hati rakyat Cina, yang ditandai dengan munculnya Dinasti Han sebagai penguasa. Ajaran-ajaran tersebut mengajarkan bahwa pendidikan tersebut penting.
Seperti yang ditanamakan Hsun Tzu, “Belajar terus sampai
mati dan hanya kematianlah yang menghentikannya” (H. 19). Belajar adalah
pekerjaan sepanjang hayat, dan jabatan yang tinggi mungkin merupakan
ganjarannya. Cina telah memberikan status pada kegiatan belajar lebih dari
masyarakat mana pun (Raymond Dawson, 1999: 16)
Dalam membicarakan mengenai falsafah pendidikan Cina,
tidak dapat dijauhkan dari pembicaraan mengenai ajaran Confusianisme. Seperti
yang diutarakan di atas, bahwa ajaran confusianisme memberikan dasar-dasar dan
sumbangan-sumbangan dalam sistem pendidikan Cina, khususnya pada masa Dinasti
Han ini. Dalam ajaran confusianisme, pendidikan adalah mesin yang mengemudi
dunia kebenaran… menuntut pendidikan dikejar secara terus menerus sampai
kematian.
Pernyataan-pernyataan yang dinilai mementingkan pendidikan tersebut dan diperkuat dengan ajaran kong hu cu yang dianggap sebagai agama bagi masyarakat Cina, dimana masyarakat Cina sangat kuat dalam memeluk ajaran tersebut, sehingga membuat pendidikan memiliki sisi yang penting dalam kehidupan masyarakat Cina. anggapan pentingnya pendidikan tersebut meberikan dampak yang sangat berpengaruh dalam sistem masyarakat Cina, sehingga segala aspek yang berhubungan dengan pendidikan mendapatkan tempat-tempat istimewa.
Pernyataan-pernyataan yang dinilai mementingkan pendidikan tersebut dan diperkuat dengan ajaran kong hu cu yang dianggap sebagai agama bagi masyarakat Cina, dimana masyarakat Cina sangat kuat dalam memeluk ajaran tersebut, sehingga membuat pendidikan memiliki sisi yang penting dalam kehidupan masyarakat Cina. anggapan pentingnya pendidikan tersebut meberikan dampak yang sangat berpengaruh dalam sistem masyarakat Cina, sehingga segala aspek yang berhubungan dengan pendidikan mendapatkan tempat-tempat istimewa.
Ajaran confusianisme yang mulai muncul kembali dan
berkembang pesat pada masa dinasti Han, serta ajaran ini menjadi dasar
kepercayaan membuat pemerintahan tersebut menjalankan ajaran-ajaran didalamnya
secara benar. Ajaran yang sangat memberikan perhatian besar terhadap
pendidikan, membuat pemerintahan Dinasti Han membentuk sebuah system pendidikan
yang didasari atas pemikiran dari ajaran confusianisme.
B. Sistem Pendidikan Pada Dinasti Han
Pada awal pemerintahan Dinasti Han, Kaisar Wu-ti
menggunakan ajaran-ajaran konfusius dan memakai para pengikut-pengikutnya
sebagai pejabat-pejabat pemerintahan dalam menjalankan pemerintahan.
Pejabat-pejabat yang berasal dari pengikut-pengikut konfusius ini didapakan
melalui sebuah system ujian yang ketat.
Pada masa Dinasti Han sudah terdapat sebuah system pendidikan yang ketat, untuk tujuan mendapatkan pejabat-pejabat kerajaan yang berkualitas. Para pelajar yang menginginkan untuk menjadi pegawai kerajaan tidak dipandang asal golongannya, asal ia dapat melawati tahapan-tahapan ujian yang sudah ditetapkan oleh kekaisaran. Hal tersebut dikarenakan ajaran konfusius tidak memperbolehkan memandang asal-usul seseorang atau pangkatnya (H.J. An Den Berg, Kroeskamp, dan J.P. Simandjoentak, 1951: 186). Para pegikut-pengikut konfusius yang berada di beberapa daerah distrik mendirikan sekolah-sekolah yang bersifat informal. Disebut sekolah informal dikarenakan proses belajar mengajar yang dilakukan tidak terikat oleh tempat atau waktu. Berjalannya pendidikan di distrik ini dibantu oleh para saudagar yang memberikan sumbangan-sumbangan (Muhammad Said dan Junimar Affan, 1987: 125). Sekolah di setiap distrik ini menampung para pemuda-pemuda yang ingin menuntut ilmu sebelum mereka mengikuti tahapan-tahapan ujian penerimaan sebagai pegawai kekaisaran.
Pada masa Dinasti Han sudah terdapat sebuah system pendidikan yang ketat, untuk tujuan mendapatkan pejabat-pejabat kerajaan yang berkualitas. Para pelajar yang menginginkan untuk menjadi pegawai kerajaan tidak dipandang asal golongannya, asal ia dapat melawati tahapan-tahapan ujian yang sudah ditetapkan oleh kekaisaran. Hal tersebut dikarenakan ajaran konfusius tidak memperbolehkan memandang asal-usul seseorang atau pangkatnya (H.J. An Den Berg, Kroeskamp, dan J.P. Simandjoentak, 1951: 186). Para pegikut-pengikut konfusius yang berada di beberapa daerah distrik mendirikan sekolah-sekolah yang bersifat informal. Disebut sekolah informal dikarenakan proses belajar mengajar yang dilakukan tidak terikat oleh tempat atau waktu. Berjalannya pendidikan di distrik ini dibantu oleh para saudagar yang memberikan sumbangan-sumbangan (Muhammad Said dan Junimar Affan, 1987: 125). Sekolah di setiap distrik ini menampung para pemuda-pemuda yang ingin menuntut ilmu sebelum mereka mengikuti tahapan-tahapan ujian penerimaan sebagai pegawai kekaisaran.
Materi-materi pelajaran yang diajarkan dalam proses
belajar mengajar yaitu berasal dari isi kitab konfusius. Dalam kitab konfusius
ini berisikan cerita-cerita dalam bentuk sastra, yang didalamnya terdapat ilmu
sastra, ilmu strategi perang, ilmu pasti, ilmu hukum, dan sebagainya. Para
murid diharapkan dapat menghafalkan isi kitab tersebut dan mengembangkannya
sendiri dalam bentuk puisi (I Djumhur, : 14).
Dari gambar yang tertera (Lampiran 1) dapat diketahui metode mengajar yang digunakan para guru dalam menyampaikan bahan materi pelajaran. Para murid berkumpul mengelilingi guru yang sedang menyampaikan isi dari kitab konfusius tersebut. Setetah disampaikan kepada para murid, mereka diharapkan dapat menghafalkan isi kitab tersebut (Muhammad Said dan Junimar Affan, 1987: 125). Jadi dari gambar dan penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa metode mengajar yang digunakan oleh guru pada saat itu ialah metode ekspositori (ceramah). Penyimpulan ini dikarenakan yang dilakukakan serupa dengan metode ekspositori, dimana guru lebih aktif disini dalam mentransfer imu kepada para murid.
Setelah tahapan belajar mengajar, maka melangkah kepada tahapan evaluasi atau system ujian. System ujian yang berlaku pada masa Dinasti Han merupakan suatu hal yang unik dalam system pendidikan Cina. Pada masa itu sudah berkembang suatu system evaluasi yang sangat kompleks. Menurut Rochiati Wiriaatmadja, A. Wildan, dan Dadan Wildan (2003: 144 – 145) mengatakan bahwa ujian ini dibagi ke dalam tiga tahap atau jenjang. Tiga tahap ujian tersebut antara lain: Ujian tingkat pertama diadakan di beberapa ibukota prefektur (kabupaten). Calon pegawai yang dapat melewati ujian tahap pertama ini diberi gelar Hsui-Tsai, bila diartikan yaitu “bakat yang sedang berkembang”. Mereka mendapatkan hak istimewa seperti dibebaskan dari kewajiban membayar pajak, terbebas dari hukuman badan, sehingga sangat sulit sekali untuk lolos dari tahap ini. Seorang Hsui-Tsai diharuskan tiap tahuan mengikuti ujian sebagai upaya mempertahankan gelarnya tersebut, bila tidak maka namanya akan hilang dalam daftar nama golongan pelajar. Sebelum sampai pada ujian tahapan ini, pelaksanaan ujian saringan pertama dilaksanakan di setiap distrik dari setiap prefektur.
Dari gambar yang tertera (Lampiran 1) dapat diketahui metode mengajar yang digunakan para guru dalam menyampaikan bahan materi pelajaran. Para murid berkumpul mengelilingi guru yang sedang menyampaikan isi dari kitab konfusius tersebut. Setetah disampaikan kepada para murid, mereka diharapkan dapat menghafalkan isi kitab tersebut (Muhammad Said dan Junimar Affan, 1987: 125). Jadi dari gambar dan penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa metode mengajar yang digunakan oleh guru pada saat itu ialah metode ekspositori (ceramah). Penyimpulan ini dikarenakan yang dilakukakan serupa dengan metode ekspositori, dimana guru lebih aktif disini dalam mentransfer imu kepada para murid.
Setelah tahapan belajar mengajar, maka melangkah kepada tahapan evaluasi atau system ujian. System ujian yang berlaku pada masa Dinasti Han merupakan suatu hal yang unik dalam system pendidikan Cina. Pada masa itu sudah berkembang suatu system evaluasi yang sangat kompleks. Menurut Rochiati Wiriaatmadja, A. Wildan, dan Dadan Wildan (2003: 144 – 145) mengatakan bahwa ujian ini dibagi ke dalam tiga tahap atau jenjang. Tiga tahap ujian tersebut antara lain: Ujian tingkat pertama diadakan di beberapa ibukota prefektur (kabupaten). Calon pegawai yang dapat melewati ujian tahap pertama ini diberi gelar Hsui-Tsai, bila diartikan yaitu “bakat yang sedang berkembang”. Mereka mendapatkan hak istimewa seperti dibebaskan dari kewajiban membayar pajak, terbebas dari hukuman badan, sehingga sangat sulit sekali untuk lolos dari tahap ini. Seorang Hsui-Tsai diharuskan tiap tahuan mengikuti ujian sebagai upaya mempertahankan gelarnya tersebut, bila tidak maka namanya akan hilang dalam daftar nama golongan pelajar. Sebelum sampai pada ujian tahapan ini, pelaksanaan ujian saringan pertama dilaksanakan di setiap distrik dari setiap prefektur.
Selanjutnya, ujian tingkat dua yakni ujian tingkat
provinsi untuk mencapai gelar Chu-Jen, yakni “orang yang berhak mendapatkan
pangkat”. Orang-orang yang berhak mengikuti tahapan ujian ini yaitu orang-orang
yang telah mendapatkan gelar Hsui-Tsai. Para peserta ujian tidak langusng
mengikuti ujian, tetapi mereka diharuskan mengikuti latihan di akademi
prefektur dalam rangka menghadapi persiapan ujian Chu Jen. Ujian provinsi ini
diadakan tiga tahun sekali. Mereka yang dapat lulus dari ujian ini dengan nilai
tertinggi akan mendapatkan tunjangan belajar. Pada tahap akhir yaitu
ujian tahap tiga yang diadakan di ibukota kerajaan. Ujian ini diadakan setiap
tiga tahun sekali, dilaksanakan setahun setelah ujian provinsi. Tahapan ujian
bertujuan untuk mendapatkan gelar Chih Shih, yakni “Sarjana naik pangkat”.
Peserta ujian mendapatkan nilai yang tertinggi berhak mendapatkan penghormatan
istimewa dan menjadi orang termasyur di kerajaan. Para lulusan dapat diangkat
menjadi anggota akademi Hanlin (Hanlin Yuan), yakni dewan penasihat khusus
kaisar yang beranggotakan enam orang.
Adapun
materi-materi yang diujikan dalan tahapan-tahapan ujian ini, yakni menurut H.J.
An Den Berg, Kroeskamp, dan J.P. Simandjoentak (1951: 188) adalah isi
kitab-kitab konfusius serta pengikut-pengikutnya. Hal tersebut bertujuan
sebagai pembuktian bahwa mereka mengetahui isi buku tersebut dengan seksama.
Untuk membuktikan hal tersebut mereka diharuskan dapat membuat karangan dan
mengubah dengan dasar aturan-aturan kuno. Selain itu juga, para peserta juga
diuji mata pelajaran lain, yang digolongkan ke dalam mata pelajaran tambahan.
Ujian tersebut dilaksanakan di ruang dalam bangunan-bangunan yang sangat panjang dan lurus. Bangunan panjang tersebut terdiri dari kamar-kamar kecil yang disekat (dapat dilihat dalam lampiran 2 & 3). Calon pegawai tersebut tinggal di dalam kamar selama sehari untuk ujian tahap pertama, tiga hari untuk ujian tahap kedua, dan lebih lama lagi untuk ujian tahapan ketiga (Rochiati Wiriaatmadja, A. Wildan, dan Dadan Wildan, 2003: 144).
Ujian tersebut dilaksanakan di ruang dalam bangunan-bangunan yang sangat panjang dan lurus. Bangunan panjang tersebut terdiri dari kamar-kamar kecil yang disekat (dapat dilihat dalam lampiran 2 & 3). Calon pegawai tersebut tinggal di dalam kamar selama sehari untuk ujian tahap pertama, tiga hari untuk ujian tahap kedua, dan lebih lama lagi untuk ujian tahapan ketiga (Rochiati Wiriaatmadja, A. Wildan, dan Dadan Wildan, 2003: 144).
Output-output yang dikeluarkan dari system pendidikan
ini disalurkan menjadi pegawai-pegawai pemerintahan dan mereka yang gagal dalam
mengikuti ujian ini akan menjadi tenaga-tenaga pengajar di daerah asalnya.
Dapat dikatakan bahwa kekaisaran Wu-ti-lah yang telah meletakkan dasar system
ujian, seperti yang berlaku di Tiongkok itu (H.J. An Den Berg, Kroeskamp, dan
J.P. Simandjoentak, 1951: 187)
C. Perkembangan
Pendidikan di India
India telah menjadi pijakan utama dalam nilai-nilai
pembelajaran dari masa ke masa. Namun demikian, ketika negara India memiliki
beberapa universitas terbaik di dunia, seperti BITS, ISB, IITs, NITs, IISc,
IIMs, AIIMS, mereka masih harus mengatasi tantangan dalam pemenuhan pendidikan
dasar guna mencapai angka 100% melek huruf. Pendidikan dasar dan wajib yang
bersifat universal, disertai dengan tantangan untuk menjaga anak-anak dari
keluarga kurang mampu untuk bersekolah, serta menjaga kualitas pendidikan di
daerah pedalaman, menjadi kendala terberat untuk menuntaskan target tersebut.
Hingga kini hanya negara bagian Kerala yang telah
melakukan pencapaian target tersebut. Seluruh tingkat pendidikan, mulai dari
tingkatan pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, menjadi perhatian khusus
dari Department of Higher Education dan Departement of School
Education and Literacy. Pada tingkatan tersebut diberikan subsidi sangat besar
oleh Pemerintah India, meskipun terdapat wacana menjadikan pendidikan tinggi
untuk mencari pembiayaan sendiri secara terpisah.
Menurut catatan pemerintah Inggris, pendidikan adat yang
tumbuh di tengah-tengah masyarakat India telah hilang pada abad ke-18 dengan
suatu pola di mana terdapat satu sekolah untuk setiap kuil, masjid atau desa
yang berada hampir di seluruh wilayah negara India. Bidang pendidikan yang diajarkan
pada saat itu meliputi teknik membaca, menulis, aritmatika, teologi, hukum,
astronomi, metafisika, etika, ilmu kedokteran, dan agama. Sekolah-sekolah
tersebut umunya diikuti oleh perwakilan pelajar dari seluruh lapisan
masyarakat.
Sistem pendidikan India saat ini menggunakan pola dan
substansi yang diadopsi dari negara barat, di mana pertama kali diperkenalkan
oleh negara Inggris pada abad ke-19 yang merupakan rekomendasi dari Macaulay.
Struktur tradisional tidaklah dikenal oleh pemerintahan Inggris dan struktur
demikian telah dihapuskan pada saat itu juga. Mahatma Gandhi menjelaskan bahwa
sistem pendidikan tradisional merupakan suatu pohon ilmu yang sangat indah,
namun telah dihancurkan selama berkuasanya Inggris di negara tersebut. Sejarah
mencatat bahwa universitas kedokteran pertama di negara bagian Kerala dimulai
di Calicut pada tahun 1942-1943 pada masa perang dunia kedua. Dikarenakan
kurangnya dokter untuk dapat diabdikan pada tugas militer, Pemerintah Inggris
memutuskan untuk membuka cabang Universitas Kedokteran Madras di Malabar yang
kemudian berada di bawah Kepresidenan Madras. Setelah berakhirnya perang,
universitas kedokteran di Calicut ditutup dan para pelajar tersebut melanjutkan
studinya di Universitas Kedokteran Madras.
Dalam kurun waktu 1979-80, Pemerintah India melalui
Departemen Pendidikan meluncurkan suatu program bernama Non-Formal
Education (NFE) untuk anak-anak berumur kelompok 6 hingga 14 tahun yang
tidak dapat bergabung dalam sekolah reguler. Anak-anak ini termasuk mereka yang
putus sekolah, anak yang sedang bekerja, anak-anak dari area yang tidak
terdapat akses untuk sekolah, dan sebagainya. Fokus utama dari pola ini
ditujukan untuk sepuluh negara bagian yang memilik pendidikan terbelakang..
Selanjutnya, program ini diteruskan untuk daerah pedalaman termasuk daerah
perbukitan, pedesaan, dan gurun di negara-negara bagian lainnya. Hingga kini
program tersebut masih berlangsung di 25 negara bagian. 100% perbantuan
diberikan kepada organisasi sosial secara sukarela untuk menjalankan pusat NFE
tersebut.
Adapun kebijakan di India yaitu Kebijakan Nasional Pendidikan 1986 merupakan satu dari beberapa
langkah maju yang dilakukan melalui penyediaan pendidikan dasar dan rekomendasi
atas pendidikan gratis dan wajib dalam rangka pemenuhan kualitas bagi seluruh
anak hingga berumur 14 tahun sebelum abad ke-21. Tujuan dari universalisasi
pendidikan dasar bersumber pada tiga aspek: Petama, akses dan pendaftaran
secara universal; Kedua, daya ingat yang universal dari anak hingga umur empat
belas tahun; dan Ketiga, membawa peningkatan substansial kualitas pendidikan
yang memungkinkan seluruh anak untuk mencapai tingkatan yang esensial dalam
belajar. Kebijakan pemerintah yaitu untuk memotivasi anak agar menghadiri kelas
secara reguler dan untuk meningkatkan fasilitas dalam sistem persekolahan,
menyediakan pelatihan untuk guru, dan meningkatkan kemahiran belajar dari anak;
serta melaksankan pendidikan wajib dengan langkah-langkah yang mempunyai
sanksi.
Upaya lainnya terhadap pemenuhan pendidikan gratis yaitu
melalui Pemerintah Negara Bagian, yang telah secara aktif menghapuskan biaya
sekolah pada Sekolah Negeri hingga sekolah dasar tingkat atas. Usaha-usaha juga
telah dilaksanakan oleh badan-badan lokal dan institusi donor swasta untuk menjadikan
pendidikan benar-benar gratis dalam segala hal.
Dalam perkara Coomon cause v. Union of
India (Perkara No. 697 Tahun 1993), Pemohon menuntut kepada Pengadilan
untuk meminta Pemerintah menyediakan segala fasilitas demi pencapaian target
universal, pendidikan gratis dan wajib untuk anak hingga berumur empat belas
tahun, paling lambat di akhir tahun 1999. Setelah mendengarkan keterangan para
pihak, Hakim yang bersangkutan menolak untuk mengabulkan permohonan Pemohon dan
menyarakan kepadanya untuk menarik kembali permohonan tersebut.
Peluang untuk mengesahkan suatu undang-undang mengenai
pendidikan gratis dan wajib serta implikasi dalam penerapannya telah dibahas
dan menjadi diskursus yang sangat menarik selama sekian tahun. Setelah
dilakukan analisa mendalam oleh berbagai ahli, wajib pendidikan dasar juga
disadari akan membawa dampak positif terhadap penghapusan buruh anak.
Perkembangan setiap negara maju, dan kini diikuti oleh
negara berkembang, mereka telah mendeklarasikan bahwa seluruh anak yang berumur
enam hingga duabelas atau empatbelas tahun harus mengenyam pendidikan sekolah
dasar. Terlepas dari seberapa besar kebutuhannya, tidak ada satu orang tua pun
yang diizinkan untuk memutus pendidikan anak dari sekolah. Bahkan, sekolah yang
dihadirinya akan dipantau oleh badan otoritas lokal dan pemerintahnya akan
diwajibkan untuk menyediakan sekolah dasar dalam jarak yang wajar untuk seluruh
anak dalam usia sekolah. Oleh karenanya, undang-undang yang dibuat memuat
kewajiban secara spesifik bagi anak, orang tua, badan-badan lokal, dan
pemerintah. Pegawai lokal, para pengajar, dewan pengurus sekolah dapat
mengunjungi rumah orang tua sang murid yang telah memindahkan anaknya dari
sekolah guna memberitahukan bahwa menghadiri kelas adalah wajib. Dalam waktu beberapa
tahun implementasi norma tersebut telah menyadarkan seluruh negeri India bahwa
seluruh anak harus datang ke sekolah. Suatu norma seperti ini dapat lebih
dilaksanakan oleh berbagai tekanan masyarakat dibandingkan tekanan oleh badan
yang berwenang. Salah satu pandangan yang menguatkan ketentuan tersebut bahwa
kebijakan ini merupakan ekspresi dari “political will” dan hal
tersebut mengirimkan pesan kuat kepada masyarakat internasional bahwa India
sangat serius dalam menghapuskan buruh anak.
Terdapat juga satu pemikiran lain yang meyakini bahwa
ketentuan hukum dengan menyediakan pendidikan wajib mungkin bukan suatu solusi
yang efektif untuk situasi dan keadaan di negara India. Pengalaman dari negara
Afrika menunjukan bahwa legislasi seperti wajib sekolah seharusnya tidak
diperkenalkan, hal mana terdapat tempat-tempat di mana anak ingin terdaftar di
dalamnya tetapi mereka tidak dapat diterima karena minimnya infrastruktur dan
ketersediaan ruangan. Negara-negara bagian di India yang hampir mendekati
target universalisasi pendidikan dasar seperti di Kerala dan Tamil Nadu, legislasi akan
dapat membantu mereka yang keluar dari sekolah. Pemikiran seperti ini
memberikan argumen bahwa sangatlah penting untuk tidak hanya meningkatkan
anggaran umum pada dunia pendidikan tetapi juga memperkenalkan cara-cara untuk
mengurangi pembiayaan sekolah. Walaupun hal tersebut merupakan solusi yang
parsial, menurut mereka, hal itu lebih penting untuk kepentingan orang tua yang
mungkin merasakan bahwa kesempatan dan biaya sekolah masihlah sangat tinggi.
Hal ini secara esensial dapat dilihat sebagai permasalahan sikap, yaitu sikap
dari orang tua terhadap pendidikan anak-anak mereka, sikap negara terhadap
buruh anak dan terhadap peningkatan kualitas sistem pendidikan. Suatu legislasi
tidak dapat dengan sendirinya ditegakkan.Langkah-langkah kuat dalam hal penegakkan
juga harus didirikan.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Dari pembahasan di atas dapat diambil beberapa
kesimpulan mengenai system pendidikan yang berlaku di masa Dinasti Han.
Pemerintahan Dinasti Han telah membawa perubahan besar, dengan membawa kembali
ajaran-ajaran confusius dalam kehidupan masyarakat Cina. Kebijakan tersebut
membawa dampak perubahan ke arah yang baik dalam segala segi, khususnya
pendidikan. Ajaran konfusius yang sangat mementingkan pendidikan dan masyarakat
Cina yang sangat erat dengan ajaran-ajaran konfusius dalam menjalankan kehidupn
sehari-harinya, membuat pendidikan mendapatkan peranan penting dalam kehidupan
masyarakat Cina. ajaran konfusius mengharuskan kepada pengikutnya untuk
menuntut ilmu sampai kematian menjemputnya. Hal tersebut membuat masyarakat
Cina, khususnya pada masa Dinasti Han sangat banyak yang menuntut ilmu, dan ditambah
dengan keistimewaan-keistimewaan yang ditawarkan pihak pemerintah terhadap
lulusan dari system ujian yang diterapkan.
System pendidikan yang diterapkan oleh pihak
pemerintahan pada saat itu pada awalnya bertujuan untuk mencari calon-calon
pejabat pemerintahan yang beraliran konfusius. Jenjang pendidikan didasarkan
atas tingkatan daerah administrative pemerintahan. Setiap distrik memiliki
sekolah-sekolah, sampai pada akademi di ibukota kerajaan. Setiap jenjang
tersebut diharuskan melewati system ujian yang terbagi ke dalam tiga tahapan.
System ujian ini dinilai sangat berat, dikarebakan dari banyak orang yang ikut
ujian ini hanya beberapa yang berhasil lulus. Kekaisaran dinasti han telah
memberikan dasar-daar pada system ujian di daratan Cina, walaupun selanjutnya
ada perubahan dan penambahan.
Materi-materi pelajaran yang diajarkan dalam proses
belajar mengajar yaitu berasal dari isi kitab konfusius. Dalam kitab konfusius
ini berisikan cerita-cerita dalam bentuk sastra, yang didalamnya terdapat ilmu
sastra, ilmu strategi perang, ilmu pasti, ilmu hukum, dan sebagainya. Para
murid diharapkan dapat menghafalkan isi kitab tersebut dan mengembangkannya
sendiri dalam bentuk puisi (I Djumhur, : 14).
Dari gambar yang tertera (Lampiran 1) dapat diketahui metode mengajar yang digunakan para guru dalam menyampaikan bahan materi pelajaran. Para murid berkumpul mengelilingi guru yang sedang menyampaikan isi dari kitab konfusius tersebut. Setetah disampaikan kepada para murid, mereka diharapkan dapat menghafalkan isi kitab tersebut (Muhammad Said dan Junimar Affan, 1987: 125). Jadi dari gambar dan penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa metode mengajar yang digunakan oleh guru pada saat itu ialah metode ekspositori (ceramah).
Dari gambar yang tertera (Lampiran 1) dapat diketahui metode mengajar yang digunakan para guru dalam menyampaikan bahan materi pelajaran. Para murid berkumpul mengelilingi guru yang sedang menyampaikan isi dari kitab konfusius tersebut. Setetah disampaikan kepada para murid, mereka diharapkan dapat menghafalkan isi kitab tersebut (Muhammad Said dan Junimar Affan, 1987: 125). Jadi dari gambar dan penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa metode mengajar yang digunakan oleh guru pada saat itu ialah metode ekspositori (ceramah).
B.
Saran
Dalam penulisan makalah ini, penulis
berharap makalah ini bisa jadi referensi untuk pengetahuan tentang sejarah
pendidikan, khususny6a di India dan China.
DAFTAR
PUSTAKA
H.J. An Den Berg, Kroeskamp, dan J.P. Simandjoentak.
1951. Dari Panggung Peristiwa Sedjarah Dunia I: India Tiongkok dan Djepang
Indonesia. Jakarta: J.B. Wolters – Groningen
Muhammad Said dan Junimar Affan. 1987. Mendidik Dari Zaman
ke Zaman. Bandung: Jemmars
Raymond Dawson. 1999. Kong Hu Cu. Jakarta: Pustaka Utama
Grafiti.
Rochiati Wiriaatmadja. 2000. Diktat C Sejarah Asia Timur. Bandung: Jurusan Pendidikan Sejarah, FPIPS, UPI.
Rochiati Wiriaatmadja. 2000. Diktat C Sejarah Asia Timur. Bandung: Jurusan Pendidikan Sejarah, FPIPS, UPI.
__________________. 2003. Sejarah Peradaban Cina:
Analisis Filosofis Historis dan Sosio Antropologis. Bandung: Humaniora.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar